Cerpen Remaja ( Cinta Seorang Gadis kepada Seorang Syuhada Palestina )



Cinta Seorang Gadis kepada Seorang Syuhada Palestina

Malam menjelang pagi itu ku lihat seorang gadis perawakan asia,   berambut hitam dengan kulitnya yang berwarna kuning langsat duduk di sebuah kursi tepat di depan meja belajarnya. Dengan cahaya lampu belajar yang menyorotinya. Seperti biasa,   hal itu dilakukannya setiap hari ketika sebagian orang masih tertidur dengan pulasnya diselimuti oleh kedinginan malam dan ditemani oleh cahaya rembulan. Gadis itu duduk,   membaca beberapa buku mengenai akutansi yang berjejer tersusun di rak buku yang transparan. Iya membaca buku itu dengan seriusnya. Kata demi kata,  kalimat demi kalimat,  paragraf demi paragraf dan halaman demi halaman telah dibacanya. Waktu telah menunjukkan bahwa azan akan segera dikumandangkan. Gadis itu bergegas membuka pakaiannya dan pergi menuju kamar mandi yang berada di satu ruangan dengan kamarnya. Iya mandi,  mensucikan diri dari kefanaan dunia,   dari segala hal yang mengotori jiwa dan raga. 15 menit sudah waktu berlalu. Azan subuh nan merdu yang menggetarkan hati orang-orang yang beriman mulai dikumandangkan dari sebuah masjid di seberang rumahnya. Ia lekas memakai pakaiannya dan kemudian mengambil wudhu untuk segera melaksanakan sholat subuh.
Selesai sudah Ia melaksanakan sholat disaat terbitnya fajar. Ku lihat Ia duduk menadahkan tangan menangis sambil berdoa. Entah apa yang sedang Ia komunikasikan dengan Allah SWT,  Tuhan Yang Maha Melihat dan Yang Maha Mendengar. Ku lihat Ia berdoa sesekali memejamkan mata dan tetesan putih bening itu jatuh menetes dari kedua matanya. Ia berdoa tanpa sepatah kata pun yang ia utarakan. Ia berdoa di dalam hati dengan khusyuknya. Seakan-akan dia tidak ingin seorang pun tau apa isi hatinya,  apa yang sedang ia bicarakan kepada Sang Pencipta.


Kini Ia pergi menuju dapur,  berdiri di depan deretan meja yang di atasnya terlihat sebuah kompor gas dan peralatan memasak lainnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 06. 00 pagi. Ia bergegas mengupas bawang merah dan bawang putih,  lalu Ia mengiris bawang-bawang tersebut. Kemudian Ia letakkan sebuah wajan dan Ia menuangkan sejumlah minyak ke dalamnya dan memasukkan sejumlah bumbu. Dan membuat nasi goreng spesial dengan telur mata sapi yang dihiasi oleh warna merah menggoda dari saus sambal. Lalu Ia merapikan meja makan serta membuat beberapa cangkir teh panas. Dan meletakkan semua sarapan di atas meja makan. ”Ma…Pa…Fit…sarapan yuk. . ! Kakak sudah menyiapkan semua sarapan di atas meja makan”,  ujar kakakku,  dialah nadhira satu-satunya saudara kandung yang ku punya.
Aku,  Kak Nadhira,  Papa dan Mama sarapan dengan nasi goreng spesial buatan kak Nadhira yang memang lezat dan menggugah selera. Ia memang pandai dan ahli dalam bidang tata boga. Wajar saja,   sewaktu kecil hingga sekarang Ia sangat suka memasak dan menciptakan resep-resep baru di waktu luangnya. Jam dinding telah menunjukkan tepat pukul 07. 00 pagi. Ia membantuku merapikan meja makan dan mencuci piring. Lalu kami pamit kepada Papa dan Mama untuk menjalani rutinitas yang biasa kami lakukan.
Ia mengantarku ke tempat aku mengemban Ilmu duniawi dan Ilmu ukhrowi. Sekolah Menengah Atas berbasis karakter dan ajaran agama Islam. Ya di sanalah aku belajar,  menuntut Ilmu. Dan semua biaya pendidikanku ditanggung oleh pahlawanku,  yaitu kakakku. Seusai mengantarku ke sekolah,  Ia pergi ke salah satu bank swasta ternama di kota tempat kami tinggal. Di sanalah Ia bekerja sebagai Teller Bank. Kedua Orangtua kami telah pension. Itulah alasan mengapa Kak Nadhira teguh dan mau bekerja sambil meneruskan kuliahnya,  program studi S1 Akuntansi. Pergi pagi,  pulang jam 9 malam,  begitulah setiap hari keseharian yang dijalani Kak Nadhira. Karena Ia harus bekerja dan kemudian setelah selesai bekerja Ia lansung melanjutkan perjalanannya menuju tempat kuliahnya. Ia mengambil jadwal kuliah sore hingga malam.
Maka dari itu,  tak pernah sekalipun ku lihat Ia membawa kekasihnya ke rumah. Entah ada apa,  kenapa dan mengapa. Aku tak tahu jawabannya. Aku tak tahu isi hatinya. Karena Ia memanglah orang yang tertutup. Aku hanya bisa mengira-ngira. Mungkin Ia tak mau pacaran atau Ia tak punya cukup waktu memikirkan hal yang tak penting itu. Atau begitulah caranya menjaga kesucian dirinya dari laki-laki. Begitulah berbagai hal yang terlintas di benak dan pikiranku tentangnya.
Ting…Ting…. Ting. . Tiriding. . tiridiing. Ku dengar telepon genggam miliknya berbunyi. Ia bergegas berlari menuju telepon genggamnya dan mengangkatnya. Terpampang jelas di layar  tulisan besar “Nomor Tak Dikenal”. Lalu Ia mengalihkan mode panggilan ke loudspeaker. Ada beberapa hal yang kudengar dari percakapan itu.
            “Halo ! Ini siapa ?”,  tanya kakakku.
            “Yeah,  Hello,  What are you talking about ? I don’t know what do you mean. ”,  ujar seorang pria yang entah dari mana asalnya. Yang pasti,  pasti dia bukan orang Indonesia alias bule. Aku berkesimpulan seperti itu karena caranya  melafalkan kalimat-kalimat itu sangat lah fasih.   Percakapan itu berlanjut. Dan ternyata pria itu merupakan seseorang yang umurnya 2 tahun lebih tua dibandingkan dengan Kakakku Nadhira. Pria itu berasal dari Palestina. Kak Nadhira pun melanjutkan percakapannya menggunakan laptop dengan sebuah program yang diberi nama skype. Aplikasi chatting yang dilengkapi kamera video. Mereka saling mengenal lebih jauh satu sama lain.
Hari-hari berlalu,  sudah 2 bulan mereka saling mengenal,  setiap malam setelah pulang kuliah ku lihat Kak Nadhira duduk menyandar di kepala tempat tidur sambil menatap layar laptop yang ada di pangkuannya. Ya,  rutinitas baru yang Ia jalani,  yaitu mengobrol dengan pria Palestina.
Hari ini tak sengaja ku baca percakapan antara Kak Nadhira dan Temannya yang berasal dari Palestina. Ternyata Pria itu merupakan syuhada pejuang di jalan Allah untuk mempertahankan keberadaan Islam di Palestina,  tepatnya mempertahankan bangunan indah tempat untuk beribadah kepada Allah SWT,  yaitu masjidil Aqsa yang berada di jalur Gaza. Ya hingga kini perang antara Israel dan Palestina masih berlangsung. Dari percakapan yang ku baca dapat kusimpulkan bahwa mereka saling tertarik dan saling mencintai satu sama lain. Meskipun mereka belum pernah bertemu,  bertatap muka dan menjalin kontak secara lansung. Tampak kekaguman yang mereka rasakan satu sama lain. Ya mereka berdua sama-sama baik dan sopan dalam bertutur kata. Dan pria itu juga merupakan seseorang yang sangat religius sepertia pria yang sudah lama diidam-idamkan kehadirannya oleh kakakku,  Nadhira.
Hari-hari terus berlalu,  mereka masih menjalani kontak berinteraksi melalui telepon genggam dan laptop. Ku lihat hari-harinya semakin lebih berwarna semenjak kehadiran pria Palestina itu di kehidupannya. Sementara itu perang antara Negara Israel tepatnya Tentara Yahudi Zionis Israel semakin membabi buta berusaha untuk menghancurkan Palestina dan merebut jalur Gaza. Ya,  perang antara kedua Negara itu saling bergejolak. Mungkin itulah salah satu alasan mengapa pria Palestina itu mulai jarang menghubungi kakakku Nadhira. Ya Nadhira memahami dengan sangat baik tentang bagaimana situasi yang sedang terjadi di Palestina. Meskipun di dalam hatinya Ia merindukan pria Palestina itu.
Ini menjadi kebiasaan burukku membaca privasi kak Nadhira meskipun jika Ia tau aku membaca percakapannya denga pria itu secara terang-terangan Ia tidak akan marah. Ya,  karena Kak Nadhira begitu baik. Hari ini aku masih membaca percakapan mereka. Di dalamnya kutemukan kata “I love you” dan “I love you too”. Yang membuatku kembali menarik kesimpulan bahwa mereka benar-benar saling mencintai. Dan ternyata pria Palestina itu ingin menikahi Kakakku Nadhira. Sebuah keinginan suci untuk  melanjutkan keturunan Adam-Hawa. Dan ternyata Kak Nadhira juga ingin menikah dengannya. Mereka memutuskan untuk menikah setelah perang antara Palestina dan Israel sedikit lebih mereda. Pemuda itu ingin sekali melangsungkan pernikahan di tanah kelahirannya. Bukan karena Ia tidak mempunyai cukup nyali untuk pergi ke Indonesia melangsungkan pernikahan dengan Nadhira. Tapi iya tidak mau kehilangan tanggung jawab menjaga Palestina dari serangan Israel serta Ia rela mati untuk mempertahankan Masjidil Aqsa dan di lain sisi,  Ia tidak mau Nadhira menderita jika harus hidup di Palestina yang sedang tidak dalam kondisi yang kondusif ini. Jadi mereka berdua sama sama memikirkan solusi terbaik untuk kelansungan hubungan mereka.
Namun sudah beberapa minggu belakangan ini,  pria Palestina itu tidak pernah menghubungi Nadhira lagi,  bahkan sampai berbulan-bulan lamanya. Hingga Kakakku Nadhira merasa kehilangan sosok orang yang sangat berarti dalam kehidupannya. Kenangan-kenangan indah dan memori-memori manis dalam ingatan Kakakku Nadhira. Malah semakin membuat dirinya sendiri merasa sedih dan tenggelam dalm kesedihan yang berlarut-larut karena pria itu masih tak kunjung menghubunginya. Padahal seluruh rasa cinta telah diberikan Nadhira kepadanya. Namun Ia hilang begitu saja entah kemana dan entah dimana. Meninggalkan Nadhira dalam keterpurukan oleh cinta yang sangat mendalam.

Tamat

 Karya Asli dan Murni : Shantika Erina Azel
Terinspirasi oleh Maj dan Nissa

0 comments:

Post a Comment